Minggu, 3 Oktober kemaren di areal Monas diadakan festifal tahunan budaya dan kesenian Jepang yang dikenal dengan Jak Japan Matsuri. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, padaa saat diadakannya acara ini cuaca di Jakarta dan sekitarnya diguyur hujan deras, mulai dari jam 11 siang sampai tengah malam, padahal dua hari sebelumnya cuaca kota Jakarta dan sekitarnya cukup bersahabat, hanya turun gerimis di sore sampai malam hari.
Ditengah guyuran hujan acara Jak Japan Matsuri ini di mulai pukul 12.00 dengan harga tiket masuk Rp 20.000,-. Konsep dan susunan acaranya cukup padat yang dijadwalkan penutupan sampai pukul 20.00 dengan acara pesta kembang api. Sudah hampir 2 minggu informasi acara ini sudah masuk di FB lengkap beserta rincian acara dan jadwal kegiatan, dapat informasinya awalnya dari klub fotografi Alun-Alun Nikonian Kaskus. Terbayang bakal asik dan meriahnya acara ini, dan berasa ngga sabar buat muter-muter zoom lensa 28-200 ku yang sudah lama terdiam di drybox.
Hari yang dinanti tiba, malam sebelumnya sabtu 2 oktober gear sudah dengan rapih disiapkan di tas, lensa sudah dipastikan bebas debu, batre pun sudah semaleman bertengger di charger, buat memastikan tahan dari siang sampai malem, maklum cuma punya satu batre, belum punya cadangan mungkin suatu saat nanti kalau udah ada modal. Rencana berangkat kelokasi jam 11.00 siang, kebetulan ada janji sama kakakku yang tinggal di Tanggerang mau pinjem kamera buat dibawa ke Wasington DC. Sebelum berangkat disempetin nganter istri belanja buah, soalnya istri bakal ditinggal sendiri dirumah, jadi memastikan makanan dan buah tersedia buat buat bunda dan jabang bayi.
Tepat jam 11 siang belanja selesai, tapi terlanyata diluar hujan deras yang disertai angin, masih terbayang kekecewaan saat itu…”gimana motretnya kalau hujan gini…” gumamku pada istri…. Nunggu sesaat namun akhirnya ngga sabar juga, nekat hujan-hujanan buat secepatnya pulang kerumah. Sesampainya di rumah paking camera, jas ujan tripod, raincover dan siap berangkat. Sebetulnya bener-bener memaksakan diri saat itu. Kondisi badan masih sakit batuk akibat radang yang kambuh, kebetulan seharian itu belum juga terisi nasi, kalau ga salah baru makan roti tawar 1 pasang, mau bagaimana lagi sudah terlanjur niat, kalau ngga berangkat ngalamat bakalan suntuk sendiri dirumah, malah jadi kepikiran terus, setidaknya kalau nekat berangkat walaupun sakit tetep dapet fotonya.
Sampai di lokasi secepatnya parkir motor di stasiun gambir, sekalian ketemu kakakku yang sudah menunggu 1 jam lebih. Agenda pertama selesai, nyerahin kamera sekalian ketemu ponakanku, sekarang tinggal agenda utama hunting Jak Japan Matsuri 2010, tapi sebelumnya ada satu agenda penting lagi, pesen tiket kereta Cirebon Exspres buat jumat 8 oktober besok, karena kebetulan hari itu istri sudah mulai cuti hamil, jadi selama 3 bulan kedepan bakal sering bolak balik pake ni kereta buat jenguk istri dan buah hati tercinta. Lanjut ke agenda utama, dari gambir berjalan kaki langsung ke areal monas tempat Jak Japan Matsuri berlangsung. Tiket seharga 20 ribupun dikantongin, bonus kipas dan stampel dari panitia, saat itu hujan masih turun, sedikit gerimis cuma teap masih cukup rawan buat kamera kesayangan, berpikir puluhan kali buat ngeluarin kamera dari tas. Setelah berputar-putar dari tenda ketenda, berbecek-becekan melihat sana sini buat cari objek dan spot yang menarik, akhirnya hujan berenti, dan D80 beserta lensa 28-200 ku pun beraksi. Banyak sekali objek menarik disini, pengunjung yang berkostum jepang, para penari jepang yang rata – rata berasal dari SMU/SMA di sekitar Jakarta, lampion-lampion ciri khas budaya jepang yang tergantung dibelakang panggung, dan banyak lagi yang lainnya.
Moment pertama yang terekam adalah tari kombinasi budaya jepang dan Indonesia, disini unsur beberapa tari daerah dari Indonesia di sajikan dengan music dan busana jepang dengan sedikit koreo atau gerakan khas jepang. Walaupun di lakukan ditengah genangan air hujan setinggi mata kaki, namun semangat peserta dan penonton tetap seru disini, bahkan saat gerimis mulai turun seolah tidak dirasakan oleh peserta maupun penonton disini.
Hunting foto disertai guyuran hujan tidak berasa sudah masuk magrib, hujanpun bertambah besar, pada saat moment yang ditunggu-tunggu yaitu arak-arakan mikosi hujanpun masih belum bersahabat, mau nekat ambil foto, resiko sama kamera, ngga ngambil foto saying. Akhirnya nekat di depan stan nekat buka kamera, Karena kondisi gelap , memberanikan diri pake ISO 800, soalnya pake internal flas foto malah jadi ngga bagus, jadi lebih memilih beresiko dengan noise, tapi gambar tetap tampil natural. Ternyata subjek terus bergerak, karena kondisi yang gelap walaupun dengan ISO 800 pun pengambilan foto mesti pakai speed lambat, saat itu pake speed 3 sampai 5. Tripodpun ngga sempet terpasang karena banyaknya penonton jadi beresiko tripod tertendang orang. Walhasil fotonyanya pun agak sedikit blur, walaupun noisenya ngga separah yang dibayangin.
Tepat jam 19.00 panitia memutuskan menutup acara lebih awal karena pertimbangan cuaca yang tidak mendukung, kekecewaanpun muncul saat tahu puncak acara penutupan berupa pesta kembang api tidak jadi diadakan. Menunggu hujan reda, walaupun akhirnya tetap ngga reda-reda, akhirnya nekat pulang ditengah gerimis. Sedikit mengobati kekecewaan nekat motret monas dengan cahaya malamnya beberapa kali jepret, setelah itu berjalan lagi dengan telanjang kaki, karena sandal gunung yang sudah dipakai hampir 2 tahun ini jebol ngga kuat terendam lama. Kurang lebih tinggal 100meter dari pintu timur (sebelah stasiun gambir) suara letusan kembang apipun terdengar. Sejenak kaget dan spontan ambil kamera dan tripod untuk ambil gambar, karena segala sesuatunya bertindak spontan, settingan kamera pun kurang maksimal. Settingan speed yang masih kurang lama, saat itu menggunakan speed 1”, mestinya 2” sampai 4” untuk bisa merekam percikan kembang api dengan maksimal. ISO pun masih tersetting 800, ngga kepikiran sama sekali buat nurunin ISO atau ngerubah setting lainnga, hanya merubah dari mode A ke S, speed 1”. Pasang tripod udah jepret, itupun ngga lebih dari 10 kali jepretan kembang api berenti beraksi, rasa nyesel dan kesel bercampur jadi satu, mau teriak ngga bisa karena batuk suarapun hilang entah kemana, tapi ngga papalah, seperti tekat semula, walaupun badan ini sakit yang penting dapet fotonya, dan Alhamdulillah masih dikasih kesempatan buat ambil beberapa foto kembang api walaupun hasilnya kurang maksimal
Sampai digambir secepatnya tanjap gas buat pulang kerumah mengistirahatkan badan dan bersihiin sama ngeringin kamera, “moga aja ni kamera ngga masuk angin kaya yang punya….”hanya itu yang terpikirkan saat itu. Menyampatkan diri beli capcay langganan di depan pintu timur ragunan buat makan malam istri, sesampainya dirumah langsung mandi, bongkar kamera, terus teparr….sampai akhirnya 2 hari berikutnya bolos kerja, benar-benar pengalaman yang luar biasa…puas walaupun hasil kurang maksimal..tinggal nunggu moment-moment berikutnya, semoga aja ngga pake acara sakit sama ujan-ujanan…amin…