FOTOGRAFI, salah satu bentuk seni yang sangat tergantung pada unsur pencahayaan dalam proses pembuatannya. Sejauh yang saya tahu, fotografi adalah bagaimana kita bisa mengabadikan kenampakan cahaya yang jatuh pada suatu objek kedalam sebuah media. Dalam era fotografi manual, media fotografi adalah film yang kemudian akan dicetak dalam bidang kertas. Setelah berkembangnya era digital, fotografipun mulai masuk ke era digital dengan mulai bermunculannya kamera digital, baik pocket camera, camera prosumer dan camera DSLR.
Munculnya kamera digital memudahkan kita dalam penggunaannya, baik dari segi kepraktisannya, efisiensi dan aplikasinya yang semakin berkembang. Kamera digital bersifat praktis karena tidak menggunakan sensor film yang mesti diisi setiap kali pemotretan dengan jumlah yang terbatas, namun dengan adanya digital sensor dalam kamera digital kita tidak perlu melakukan isi ulang dan bisa melakukan pemotretan dalm jumlah yang relatif tidak terbatas. Dibilang relative karena terdapat kamera-kamera digital yang memiliki keterbatasan jumlah shutter release optimal dalam pemotretan, khususnya kamera tipe SLR yang rata-rata terbatas pada angka 100.000.
Awal ketertarikan saya mempelajari fotografi baru muncul kurang lebih 3 bulan yang lalu. Sebelumnya fotografi buat saya hanya sekedar proses dokumentasi, tidak lebih jadi ketertarikan untuk mempelajarinya belum muncul, bahkan tertarikpun belum. Pada akhir-akhir kuliah mulai tertarik untuk mengetahui fotografi secara lebih jauh. “Awalnya cuma tahu, tertarik dan sekarang jadi hobi, berharap suatu saat bisa jadi profesi..” kira-kira seperti itulah pandangan saya terhadap fotografi saat ini. Tidak puas hanya sebatas hobi, tapi ingin bisa menjadi bentuk kebanggan dan penopang hidup dalam bentuk profesi. Tidak perlu sampai menjadi seorang fotografer, tapi cukup bisa motret dan menghasilkan foto-foto yang layak dibilang bagus itu sudah lebih dari cukup.
Proses ketertarikan saya dengan fotografi dimulai dengan pembelian sebuah lensa medium, merk NIKKOR 28-80mm/3.3-5.6 G tipe AF. Sebelumnya mencari sumber informasi pilihan DSLR yang akan dibeli, disesuaikan dengan keterbatasan dana dan rekomendasi merk dagang dari temen-temen yang sudah terlibat dalam dunia fotografi lebih awal.
Pilihan akhirnya jatuh pada merk dagang NIKON, selain pertimbangan spesifikasi, rekomendasi dari orang lain juga karena temen-temen banyak yang menggunakan kamera merk NIKON jadi memungkinkan untuk saling tukar atau pinjam lensa, maklum keterbatasa dana menjadi kendala untuk memperbanyak koleksi lensa. Awalnya beli lensa karena dana yang ada tidak mencukupi untuk beli bodi kamera. Kebetulan dari hasil searching di forum Fotografer.net ada yang jual lensa medium dengan harga yang cukup murah.
Setelah memiliki lensa, motivasi untuk beli bodi kamerapun semakin tinggi. Sekian kali memilih jenis kamera yang ingin dibeli, akhirnya pilihan jatuh pada NIKON D80, sedikit meleset dari target yang tadinya ingin beli tipe D90.
Munculnya kamera digital memudahkan kita dalam penggunaannya, baik dari segi kepraktisannya, efisiensi dan aplikasinya yang semakin berkembang. Kamera digital bersifat praktis karena tidak menggunakan sensor film yang mesti diisi setiap kali pemotretan dengan jumlah yang terbatas, namun dengan adanya digital sensor dalam kamera digital kita tidak perlu melakukan isi ulang dan bisa melakukan pemotretan dalm jumlah yang relatif tidak terbatas. Dibilang relative karena terdapat kamera-kamera digital yang memiliki keterbatasan jumlah shutter release optimal dalam pemotretan, khususnya kamera tipe SLR yang rata-rata terbatas pada angka 100.000.
Awal ketertarikan saya mempelajari fotografi baru muncul kurang lebih 3 bulan yang lalu. Sebelumnya fotografi buat saya hanya sekedar proses dokumentasi, tidak lebih jadi ketertarikan untuk mempelajarinya belum muncul, bahkan tertarikpun belum. Pada akhir-akhir kuliah mulai tertarik untuk mengetahui fotografi secara lebih jauh. “Awalnya cuma tahu, tertarik dan sekarang jadi hobi, berharap suatu saat bisa jadi profesi..” kira-kira seperti itulah pandangan saya terhadap fotografi saat ini. Tidak puas hanya sebatas hobi, tapi ingin bisa menjadi bentuk kebanggan dan penopang hidup dalam bentuk profesi. Tidak perlu sampai menjadi seorang fotografer, tapi cukup bisa motret dan menghasilkan foto-foto yang layak dibilang bagus itu sudah lebih dari cukup.
Proses ketertarikan saya dengan fotografi dimulai dengan pembelian sebuah lensa medium, merk NIKKOR 28-80mm/3.3-5.6 G tipe AF. Sebelumnya mencari sumber informasi pilihan DSLR yang akan dibeli, disesuaikan dengan keterbatasan dana dan rekomendasi merk dagang dari temen-temen yang sudah terlibat dalam dunia fotografi lebih awal.
Pilihan akhirnya jatuh pada merk dagang NIKON, selain pertimbangan spesifikasi, rekomendasi dari orang lain juga karena temen-temen banyak yang menggunakan kamera merk NIKON jadi memungkinkan untuk saling tukar atau pinjam lensa, maklum keterbatasa dana menjadi kendala untuk memperbanyak koleksi lensa. Awalnya beli lensa karena dana yang ada tidak mencukupi untuk beli bodi kamera. Kebetulan dari hasil searching di forum Fotografer.net ada yang jual lensa medium dengan harga yang cukup murah.
Setelah memiliki lensa, motivasi untuk beli bodi kamerapun semakin tinggi. Sekian kali memilih jenis kamera yang ingin dibeli, akhirnya pilihan jatuh pada NIKON D80, sedikit meleset dari target yang tadinya ingin beli tipe D90.
Penentuan tipe kamera ini diawali dengan pengumpulan spesifikasi berbagai jenis kamera merk dagang NIKON, sempat juga tertarik dengan CANON, tapi tidak jadi dengan pertimbangan tadi. Setelah memperoleh informasi spesifikasi, nego anggaran ke istripun dimulai, sedikit alot karena keterbatasan dana yang minim, tapi keinginan spesifikasi kamera yang tinggi. Akhirnya dengan anggaran maksimal tidak lebih dari 5juta diputuskan untuk beli kamera bekas dengan kualitas yang masih baik dan memiliki garansi ALTA.
Sebelum memiliki kamera DSLR, kamera yang dipake adalah kamera pocket merk KODAK EasyShare C190 milik istri. Kamera pocket inilah yang dipake untuk pemotretan Pre-Wedding kita berdua.
Berawal dari tuntutan calon mertua yang menuntut kira menyediakan foto-foto berdua buat dipajang diacara pernikahan nantinya, sedangkan saya sendiri bermasalah dengan kepercayaan diri kalau difoto, selain biaya Pre-Wedding yang cukup tinggi, sementara dana terbatas. Maka terpikir untuk memanfaatkan kamera yang ada.
Berawal pemotretan di kamar kost’an dengan berbagai pose dan keterbatasan ruang yang hanya berukuran 2 x 2,5 m yang kemudian memberanikan diri untuk pemotretan outdor di Kebun Raya Bogor. “ kebetulan saat itu ada acara kondangan nikahan temen istri, kebetulan juga kita seragaman pake batik, jadi sekalian dimanfaatin buat foto-foto Pre Wedding pake kamera pocket…”
Pemotretan sesi pertama dilakukan semuanya mandiri, tanpa fotografer hanya mengandalkan seting timer di kamera, dan dilakukan tanpa tripod, hanya diletakan diatas tas atau alas apapun yang bisa menjaga posisi kamera teteap stabil.
Baru pada pemotretan sesi kedua, tepatnya satu minggu setelah sesi pertama dipake tripod sebagai alat bantu. Pembelian tripod ini sedikit dipaksakan dengan pertimbangan kebutuhan untuk pemotretan tadi. Pilihan tripod jatuh pada tripod merk EXCEL Promoss yang dibeli di Gamedia seharga Rp 110.000.
Kolaborasi antara kamera pocket dengan tripod Promoss yang lumayan besar terlihat lucu karena tidak seimbang, kamera poket yang begitu kecil ditempelkan diatas tripod yang cukup besar, apa lagi digunakan untuk pemotretan PreWedding.
Namun moment inilah yang memotifasi untuk memiliki DSLR dan mempelajari fotografi.
| dedi © 2010 |
salut deuh,...
ReplyDelete