Sunday, August 29, 2010

Hunting Monas | Human Interest

Selama hampir 2 tahun tinggal di Jakarta, salah satu lokasi yang paling sering dikunjungi adalah MONAS (Monumen Nasional). Hampir setiap hari minggu pagi iseng mencari sarapan disana, selain Gelora Bung Karno - Senayan.

Selama belajar fotografi beberapa kali hunting foto di Monas untuk mengabadikan beberapa moment kegiatan & aktivitas orang-orang disekitar sana. Satu bulan yang lalu, tepatnya minggu 11 Juli kemaren di monas di adakan festival layang - layang sebagai rangkaian kegiatan pada hari sebelumnya. Beberapa berhasil moment berhasil diabadikan saat itu. Niatnya belajar fotografi bertema Human Interest cuma karena lensa yang dipake adalah lensa medium tele (28-80mm/3.3 - 5.6G) jadi hasilnya dirasa kurang maksimal. Kendala utama motret HI menggunakan lensa ini adalah jarak. Dengan jangkauan maksimal yang hanya 80mm pengambilan foto mesti dijarak yang relatif dekat, sementara area Monas yang begitu luas dengan ratusan orang saat itu, banyak sekali moment yang terlewatkan saat itu.


Wednesday, August 25, 2010

Awal Mengenal Fotografi

FOTOGRAFI, salah satu bentuk seni yang sangat tergantung pada unsur pencahayaan dalam proses pembuatannya. Sejauh yang saya tahu, fotografi adalah bagaimana kita bisa mengabadikan kenampakan cahaya yang jatuh pada suatu objek kedalam sebuah media. Dalam era fotografi manual, media fotografi adalah film yang kemudian akan dicetak dalam bidang kertas. Setelah berkembangnya era digital, fotografipun mulai masuk ke era digital dengan mulai bermunculannya kamera digital, baik pocket camera, camera prosumer dan camera DSLR.

Munculnya kamera digital memudahkan kita dalam penggunaannya, baik dari segi kepraktisannya, efisiensi dan aplikasinya yang semakin berkembang. Kamera digital bersifat praktis karena tidak menggunakan sensor film yang mesti  diisi setiap kali pemotretan dengan jumlah yang terbatas, namun dengan adanya digital sensor dalam kamera digital kita tidak perlu melakukan isi ulang dan bisa melakukan pemotretan dalm jumlah yang relatif tidak terbatas. Dibilang relative karena terdapat kamera-kamera digital yang memiliki keterbatasan jumlah shutter release  optimal dalam pemotretan, khususnya kamera tipe SLR yang rata-rata terbatas pada angka 100.000.

Awal ketertarikan saya mempelajari fotografi baru muncul kurang lebih 3 bulan yang lalu. Sebelumnya fotografi buat saya hanya sekedar proses dokumentasi, tidak lebih jadi ketertarikan untuk mempelajarinya belum muncul, bahkan tertarikpun belum. Pada akhir-akhir kuliah mulai tertarik untuk mengetahui fotografi secara lebih jauh. “Awalnya cuma tahu, tertarik dan sekarang jadi hobi, berharap suatu saat bisa jadi profesi..” kira-kira seperti itulah pandangan saya terhadap fotografi saat ini. Tidak puas hanya sebatas hobi, tapi ingin bisa menjadi bentuk kebanggan dan penopang hidup dalam bentuk profesi. Tidak perlu sampai menjadi seorang fotografer, tapi cukup bisa motret dan menghasilkan foto-foto yang layak dibilang bagus itu sudah lebih dari cukup.

Proses ketertarikan saya dengan fotografi dimulai dengan pembelian sebuah lensa medium, merk NIKKOR 28-80mm/3.3-5.6 G tipe AF. Sebelumnya mencari sumber informasi pilihan DSLR yang akan dibeli, disesuaikan dengan keterbatasan dana dan rekomendasi merk dagang dari temen-temen yang sudah terlibat dalam dunia fotografi lebih awal.

Pilihan akhirnya jatuh pada merk dagang NIKON, selain pertimbangan spesifikasi, rekomendasi dari orang lain juga karena temen-temen banyak yang menggunakan kamera merk NIKON jadi memungkinkan untuk saling tukar atau pinjam lensa, maklum keterbatasa dana menjadi kendala untuk memperbanyak koleksi lensa. Awalnya beli lensa karena dana yang ada tidak mencukupi untuk beli bodi kamera. Kebetulan dari hasil searching di forum Fotografer.net ada yang jual lensa medium dengan harga yang cukup murah.
Setelah memiliki lensa, motivasi untuk beli bodi kamerapun semakin tinggi. Sekian kali memilih jenis kamera yang ingin dibeli, akhirnya pilihan jatuh pada NIKON D80, sedikit meleset dari target yang tadinya ingin beli tipe D90.

Penentuan tipe kamera ini diawali dengan pengumpulan spesifikasi berbagai jenis kamera merk dagang NIKON, sempat juga tertarik dengan CANON, tapi tidak jadi dengan pertimbangan tadi. Setelah memperoleh informasi spesifikasi, nego anggaran ke istripun dimulai, sedikit alot karena keterbatasan dana yang minim, tapi keinginan spesifikasi kamera yang tinggi. Akhirnya dengan anggaran maksimal tidak lebih dari 5juta diputuskan untuk beli kamera bekas dengan kualitas yang masih baik dan memiliki garansi ALTA.

Sebelum memiliki kamera DSLR, kamera yang dipake adalah kamera pocket merk KODAK EasyShare C190 milik istri. Kamera pocket inilah yang dipake untuk pemotretan Pre-Wedding kita berdua.
Berawal dari tuntutan calon mertua yang menuntut kira menyediakan foto-foto berdua buat dipajang diacara pernikahan nantinya, sedangkan saya sendiri bermasalah dengan kepercayaan diri kalau difoto, selain biaya Pre-Wedding yang cukup tinggi, sementara dana terbatas. Maka terpikir untuk memanfaatkan kamera yang ada.

Berawal pemotretan di kamar kost’an dengan berbagai pose dan keterbatasan ruang yang hanya berukuran 2 x 2,5 m yang kemudian memberanikan diri untuk pemotretan outdor di Kebun Raya Bogor. “ kebetulan saat itu ada acara kondangan nikahan temen istri, kebetulan juga kita seragaman pake batik, jadi sekalian dimanfaatin buat foto-foto Pre Wedding pake kamera pocket…”

Pemotretan sesi pertama dilakukan semuanya mandiri, tanpa fotografer hanya mengandalkan seting timer di kamera, dan dilakukan tanpa tripod, hanya diletakan diatas tas atau alas apapun yang bisa menjaga posisi kamera teteap stabil.
Baru pada pemotretan sesi kedua, tepatnya satu minggu setelah sesi pertama dipake tripod sebagai alat bantu. Pembelian tripod ini sedikit dipaksakan dengan pertimbangan kebutuhan untuk pemotretan tadi. Pilihan tripod  jatuh pada tripod merk EXCEL Promoss  yang dibeli di Gamedia seharga Rp 110.000.
Kolaborasi antara kamera pocket dengan tripod Promoss yang lumayan besar terlihat lucu karena tidak seimbang, kamera poket yang begitu kecil ditempelkan diatas tripod yang cukup besar, apa lagi digunakan untuk pemotretan PreWedding.

Namun moment inilah yang memotifasi untuk  memiliki DSLR dan mempelajari fotografi.
| dedi © 2010 |



Strawberry | Stiil Life

Introduction

Dmagz-Photography merupakan majalah digital fotografi yang dibuat personal oleh saya pribadi, bukan bermaksud untuk memamerkan kemampuan atau pengetahuan di bidang fotografi, justru sebaliknya  majalah ini dibuat dengan maksud untuk mendokumentasikan proses belajar fotografi, dilengkapi dengan  gallery foto hasil pemotretan sendiri dan beberapa referensi fotografi.

Dibuatnya Dmagz-Photography ini diharapkan bisa mengevaluasi hasil proses belajar fotografi, memotivasi dan  menciptakan ide & inspirasi untuk belajar fotografi lebih baik lagi, tanpa menutup diri untuk koreksi, masukan  dan bimbingan dari senior-senior fotografi yang lain.

Saya adalah pemula di dunia fotografi, tidak lebih dari  3 bulan saya belajar fotografi.
Ketertarikan dengan dunia fotografi sudah dirasa sejak duduk dibangku SMA, namun hanya sebatas ketertarikan tanpa usaha yang nyata. Baru dibangku kuliah mulai  mengenal fotografi, itupun hanya sekedar tahu informasinya, bukan ilmunya. Bahkan praktek motretpun tidak pernah. Fotografi buat saya saat itu hanya bersifat dokumentasi bukan seni seperti yang ada dipikiranku saat ini, dan berharap menjadi profesi dikemudian hari.

Buat saya fotografi adalah sebuah seni yang memainkan unsur cahaya (Light), kecepatan (Speed), bukaan diagfragma (Aperture) dalam satu kompisisi (Composition) sehingga memperoleh sebuah karya yang layak untuk dinikmati.

Berawal dari sini, berharap bisa menyempurnakan proses belajar fotografi dikemudian hari, bealajar berbagi dan menerima masukan dari orang lain, melatih diri untuk menghargai apa yang terlihat  dengan mata kita, menjaga dan mengabadikannya dalam bidikan kamera.

Salam,
Dedi Triono